Usulan mengenai Jokowi tiga periode kembali marak diperbincangkan di awal tahun 2022 ini. Tak sampai di sana, usulan juga berlanjut ke wacana penundaan pemilu. Keduana disampaikan oleh beberapa tokoh elit politik hingga menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Apa sebenarnya alasan-alasan dibalik usulan para elit politik ini?
Usulan Jokowi tiga periode mulanya dilontarkan oleh
Muhammad Qodari pada Juni 2021 lalu. Ia mengusulkan Jokowi kembali maju di
pemilihan presiden 2024 ditemani oleh Prabowo Subianto sebagai calon wakilnya.
Namun, usulan liar Qodari ini mendapat banyak penolakan dari banyak pihak.
Kembali marak di awal tahun 2022, usulan Jokowi tiga
periode kembali ramai diperbincangkan. Ini merupakan akibat dari perkataan
petinggi beberapa partai politik. Airlangga Hartanto misalnya, Ketua Umum
Partai Golongan Karya ini mengatakan adanya aspirasi dan keinginan agar Jokowi
maju tiga periode dari masyarakat daerah yang baru dikunjunginya, Kabupaten
Siak, Riau.
Usulan berbeda dengan tujuan sama disampaikan oleh
petinggi partai lainnya. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin
Iskandar mengusulkan agar pemilu 2024 ditunda saja pelaksanaannya dua sampai
tiga tahun setelahnya. Kondisi Indonesia pasca pandemi yang masih kurang stabil
dan butuh waktu untuk pulih dijadikannya sebagai alasan untuk menunda pemilu.
Usulan serupa disampaikan pula oleh Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai
Solidaritas Indonesia (PSI). Keduanya juga melalui ketua umum menyampaikan
gagasannya terhadap penundaan pemilu.
Mengenai usulan penundaan pemilu, Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjahitan turut
menjadi salah satu sorotan masyarakat. Ia mengklaim bahwa berdasarkan big data
yang ia miliki yang diambil dari percakapan masyarakat di media sosial
ditemukan bahwa ada sekitar 110 juta masyarakat yang menghendaki pemilu 2024
ditunda. Hal ini disampaikannya dalam video podcast di kanal YouTube Dedy
Corbuzier.
Lebih lanjut, menteri yang sempat disebut
mengumpulkan ketua partai untuk membahas penundaan pemilu ini mengatakan tidak
ada gunanya mengadakan pemilu di keadaan Indonesia yang saat ini sedang sulit.
Hal tersebut dikarenakan penyelenggaraan pemilu serentak yang akan dilaksanakan 2024
nanti dapat menelan dana hingga 100 Triliun.
Hingga saat ini adu pendapat mengenai usulan
penundaan pemilu maupun usulan Jokowi tiga periode masih terus mendapatkan pro
dan kontra. Usulan para elit partai ini sedikit diragukan kebenarannya apakah
memang ada keinginan dari rakyat atau hanya akal-akalan para elit agar dapat
berselancar dengan tenang lebih lama beberapa tahun kedepan.
Usulan-usulan ini sangat jelas melanggar dan tidak
sesuai dengan konstitusi negara, yaitu Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Sudah
sangat jelas tertulis di sana bahwa masa jabatan presiden hanya lima tahun
dalam satu periode dan dapat ditambah satu periode lagi jika kembali terpilih.
Tentunya ada cara yang dapat ditempuh yaitu dengan
melakukan amandemen UUD 1945 agar masa jabatan presiden dapat berubah. Usulan
ini juga dilontarkan oleh elit politik lainnya yang mendukung penundaan pemilu
2024.
Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana menjelaskan wacana penundaan pemilu 2024 merupakan bentuk pelecehan terhadap konstitusi. Pelanggaran atas konstitusi hanya dapat terjadi dalam situasi sangat darurat dengan alasan yang jelas untuk melindungi rakyat dan negara. Sedangkan saat ini Indonesia tidak sedang berada dalam keadaan darurat.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan demi kekuasaan politik. Mencari celah dan peluang untuk mempertahankan ataupun merebut kekuasaan demi keuntungan pribadi sudah amat sering terjadi dikalangan para politikus. Entah memang demi kepentingan rakyat atau demi kepentingan pribadi dan lingkaran penguasa. Kian hari rakyat harus semakin pandai memilah dan memilih serta berani menolak gagasan yang dirasa tidak perlu, apalagi sampai melecehkan konstitusi.
0 Comments
Posting Komentar