Oleh Ummi Kultsum
Kemajuan zaman
membuat kemudahan akses berselancar di dunia maya tak perlu diragukan lagi.
Kabar terhangat dapat sampai ke pangkuan persis detik terjadinya peristiwa. Banyak media sosial sebagai wadah menyalurkan
info terkini. Beragam media sosial dapat diakses oleh beragam kalangan. Contohnya
saja Instagram dan Twitter, dua aplikasi paling update terkait peristiwa yang terjadi di masyarakat.
Dirilis tahun
2010 oleh Kevin Systrom dan Mike Krieger, Instagram menjadi layanan jejaring
sosial yang diminati berbagai kalangan. Aplikasi Instagram berupa media
mengunggah foto dan video yang berisi informasi atau sekadar ajang promosi. Dewasa
ini Instagram menjadi ajang pamer kekayaan dan pencapaian diri, banyak
digunakan artis sebagai lahan endorsement,
tempat mencekal orang lain, dan sebagai media untuk mengulik kehidupan pribadi
seseorang.
Kemudahan
informasi dapat kamu genggam melalui layar beranda dan pencarian sesuai dengan
apa yang kamu follow. Jika terjadi
sebuah peristiwa, kabarnya dapat langsung sampai kepada pengguna Instagram. Di
Instagram penggunanya dengan mudah mengomentari apa yang sedang terjadi,
bereaksi cepat terhadap kinerja pemerintah, skandal artis, atau sekadar video lucu
dari masyarakat umum. Namun, jika dipikir-pikir kesehatan mental pengguna
Instagram sangat memprihatinkan. Bayangkan saja, kamu tidak mengenal seseorang
secara karib—yang hanya dilabeli sebagai netizen—namun ia dengan mudah
menghakimi dan mengomentari hidupmu. Jika tidak pandai-pandai memfilter,
Instagram dapat menjelma menjadi monster yang merusak mental penggunanya.
Dapat
dicontohkan dengan laman Instagram milik musisi muda, Gangga Kusuma. Pelantun
‘Blue Jeans’ ini tengah dirundung netizen akibat rumor memutuskan hubungan
dengan selebgram Awkarin selepas acara lamaran. Bermula dari cuitan Awkarin
dari aplikasi Twitter “Ngga usah
yari-nyari penyakit dengan balikan sama mantan. Ngga usah ngepost kalau
dilamar, bisa jadi itu cuma prank.” Praduga bermunculan, merebak para
netizen membanjiri kolom komentar Instagram milik Gangga dengan kalimat pedas. Netizen
pembela Awkarin menyampaikan kekecewaannya kepada Gangga “Lo jahat bgt sumpah,” “Karin
lo apain woi,” “Bang lu beneran
ngelamar Karin cuma prank?? Jahat banget,” “Lamaran dijadiin prank anjr*t.” kalimat-kalimat seperti itu tengah
bertengger di Instagram milik Gangga. Dapat dilihat bagaimana permainan netizen
dalam menghakimi kehidupan seseorang baik masyarakat biasa maupun artis
terkenal.
Beralih dari Instagram, terdapat aplikasi
Twitter yang diluncurkan pada tahun 2006 oleh Jack Dorsey. Awalnya aplikasi ini
tidak begitu menarik hingga tahun 2016 kemudahan akses tanpa batasan umur yang
ketat membuat namanya naik melejit dan banyak digunakan oleh remaja. Beragam
informasi terbaru dapat kamu temukan melalui beranda Twittermu. Diskusi netizen
Twitter terhadap sebuah permasalahan sangat menarik. Semua hal didebatkan,
mulai dari pemerintahan, perihal agama, skandal artis, pertanyaan konyol
penggunanya, bahkan urusan rumah tangga dapat menjadi topik perdebatan pengguna
Twitter. Twitter menjadi aplikasi tercepat mengungkap sesuatu, jika kamu
ditipu, dilecehkan, dan kehilangan sesuatu maka dengan membuat cuitan ”Twitter please do your magic” atau “Spill the tea” maka akan viral dengan
cepat, masalahmu dapat teratasi di sini.
Penggunanya
dapat berkeluh kesah, mengumpat, dan memuji seseorang tanpa harus tahu
identitasnya. Dikarenakan nama pengguna pada aplikasi ini dapat kita kreasikan
dan tidak ada kewajiban menggunakan nama asli. Pengguna Twitter dapat dengan
mudah mengasihani kehidupan seseorang, berempati dengan cuitan seseorang, namun
sekali membuat keteledoran akan tercipta hujatan dan membuat akunmu menjadi blunder. Selain itu, kemudahan akses apa
saja pada aplikasi Twitter cukup mengerikan, karena tidak ada batasan umur yang
ketat banyak anak di bawah umur yang menggunakan aplikasi ini tanpa pengawasan
dari orang tua. Berbekal dari fans K-Pop dengan profil artis korea
kegemarannya, sesama fans tersebut dapat
bertengkar dan saling mengeluarkan kalimat yang tidak pantas, tidak terkecuali
kalimat-kalimat yang menyuruh mati. Tentu hal ini dapat berdampak dengan
kehidupan penggunanya. Meski terjadi di dunia maya, realitanya dapat dirasakan
di kehidupan nyata. Mengerikan!
Terlepas dari kedua
sisi aplikasi tersebut, sedikit banyaknya memiliki pengaruh yang baik dalam
pengembangan informasi untuk masyarakat. Berbagai bidang menjadi terbantu
akibat perkembangan teknologi dari kedua aplikasi. Meski tidak dipungkiri sisi
negatif pasti dimiliki masing-masing aplikasi. Kita sebagai masyarakat pengguna,
diharapkan lebih selektif dan bijak bermedia sosial.